MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Membuka Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Dakwah Melalui Sepakbola”, Jum’at (8/3) Ketua PP Muhammadiyah, Hajriyanto Thohari menyampaikan perlunya Muhammadiyah menimbang kembali dan memaksimalkan peran dakwah melalui sepakbola.
“Sepakbola bisa menjadi instrumen banyak hal negatif maupun positif, termasuk dakwah, bahkan pembangunan karakter. Setelah pertandingan ujicoba dengan Indonesia pada 2010, pelatih Uruguay Oscar Tabarez berpesan agar Indonesia fokus pada pembinaan usia belia dan pengajaran cinta bangsa. Artinya Tabarez tidak melihat adanya nasionalisme dari cara-cara bermain bola pemain Indonesia. Ini soal pembangunan karakter, tidak heran jika dahulu Kyai Ahmad Dahlan menyukai sepakbola,” ungkap Hajriyanto.
Peran yang dimaksud Hajriyanto adalah kejelian Kyai Ahmad Dahlan dalam memilih sarana dakwah dengan cara yang menggembirakan. Dalam pengajian yang diselenggarakan di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng Jakarta Pusat tersebut, Hajriyanto turut menyinggung soal peran Muhammadiyah dalam sejarah sepakbola di Indonesia.
“Muhammadiyah pertama kali mendirikan sepakbola yaitu 1918 bernama PS Hizbul Wathan. Bahkan pendiri PSSI, bersama Soeratin salah satunya adalah Abdul Hamid, anggota Pengurus Besar Muhammadiyah. Belum lagi Djamiat Dahlar, dan lainnya. Jadi Muhammadiyah sudah modern betul pada masa itu, ketika yang lain belum modern. Banyak wilayah Muhammadiyah yang punya lapangan sepakbola, sementara negara saja belum punya,” ungkap Hajriyanto.
Menyambung Hajriyanto, praktisi sepakbola nasional Ahmad Syauqi Soeratno menyebut bahwa yang dimaksud adalah lapangan ASRI Yogyakarta, yang dihasilkan dari patungan warga Muhammadiyah dan dirancang oleh pendiri PSSI sekaligus kawan Kyai Ahmad Dahlan, Ir. Soeratin Sosrosugondo.
“Sepakbola menjadi satu jenis olahraga yang magnitude attractionnya sangat tinggi. Dari yang di dalam lapangan sampai di luar lapangan. Kaitannya dengan dakwah 19 april 1930 saat PSSI lahir, saat itu keterlibatan pendahulu kita di persyarikatan dalam melawan Belanda kuat sekali. Sejak awal Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari olahraga sepakbola,” ungkap Syauqi.
Dakwah di Dalam Sepakbola Adalah Kebutuhan
Terkait tema, Pelatih Timnas U-22 Indra Sjafri melalui sambungan suara menyampaikan bahwa nilai-nilai dakwah dalam sepakbola bukanlah hal yang naif.
“Dari 2011 sampai sekarang saya keluar masuk Timnas, kepada pemain saya lebih pada pembelajaran riil tentang agama, saya ajarkan pentingnya niat, keikhlasan, kesabaran dan keyakinan. Contoh kesabaran di sepakbola itu ada caci maki, bully, dan kita bisa tanggapi selaras dengan perintah agama, itu yang saya buka,” ujar Indra.
Senada dengan Indra, pengamat sepakbola dari MNC Group Ma’ruf El-Rumi menegaskan bahwa sudah saatnya Muhammadiyah mewarnai dakwah di dunia sepakbola. Ma’ruf menyayangkan jika umat Islam terkesan abai terhadap dakwah di sepakbola.
“Dalam sejarahnya, sepakbola dipopulerkan oleh gereja untuk mengubah gaya hidup yang negatif ke positif. Kristen sudah melakukan dakwah. Umat Islam juga harus ikut mewarnai dalam arti yang positif. Pogba, Kante, Salah adalah contohnya,” terang Ma’ruf.
Keberhasilan dakwah melalui sikap dan prestasi itu bahkan menurut Ma’ruf berhasil mengubah tradisi pemberian bir kepada Pemain Terbaik Setiap Bulan di Inggris dan beberapa negara lainnya menjadi pemberian piala untuk menghormati pemain muslim.
“Yaya Toure ketika mendapatkan gelar Man of The Month menolak sampagne (bir) termasuk Ribery, Inggris sekarang tidak memakai sampagne tapi memberikan trofi piala. Itu dari mana? Bukan dari kita yang bilang ini haram atau tidak, tapi dari perbuatan atlit muslim. Kita membayangkan jika umat muslim tidak berpartisipasi maka tidak ada perubahan. Kalau kita antipati dan tidak mau terjun tidak akan ada perubahan,” pungkas Ma’ruf. (Afandi)
sumber : http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-16128-detail-sudah-saatnya-muhammadiyah-mewarnai-dakwah-di-dunia-sepakbola.html